Tradisi Pernikahan dalam Suku dan Kebudayaan Melayu

Tradisi Pernikahan dalam Suku dan Kebudayaan Melayu

Tradisi Pernikahan dalam Suku dan Kebudayaan Melayu – Kebudayaan melayu merupakan kebudayaan spaceman yang melekat pada bangsa sejak dulu dan merupakan kebudayaan nusantara. Yang paling dominan dalam kebudayan melayu adalah persamaan agama, adat, dan bahasa.Kebudayaan melayu merupakan salah satu pilar penopang kebudayaan nasional Indonesia khususnya dan kebudayaan dunia umumnya, di samping aneka budaya lainnya. Budaya Melayu tumbuh subur dan kental di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Budaya melayu identik dengan agama, bahasa, dan adat-istiadat. Pada dasarnya tiap kebudayaan mempunyai tiga wujud, seperti yang diklasifikasikan oleh koentjaranigrat bahwa kebudayaan mempunyai tiga wujud, yaitu ide, aktivitas, dan artefak.

Dalam Sambutannya, Kepala OR Arbastra, Herry Jogaswara menyampaikan, diskusi kemelayuan dalam konteks arkeologi prasejarah dan sejarah dengan kemelayuan Indonesia dalam konteks politik, budaya manuskrip, dan sebagainya. Satu hal penting dalam perspektif arkelogi yaitu melihat relasi kemelayuan dan keindonesian. Arkeologi tentu berbasis material, maka harus kuat, mulai dari permukiman yang bisa memperlihatkan kemelayuan dalam relasi keindonesiaan maupun nusantara.

Kemelayuan sangat menarik, wilayah melayu tidak hanya kultural. Mereka mempunyai grup diskusi yang memperbincangkan suatu bahasan, seperti reog ponorogo. Masalahnya bukan klaim namun bagaimana sebuah tradisi dan seni yang kemudian punya akar budaya nusantara yang kuat. Selama ini ada pendapat, misalnya negara lain bisa mengklaim. Klaim itu misalnya reog di Malaysia yang hidup dalam kumunitas.  Ada beberapa macam tradisi kebudayaan melayu :

Tradisi Nikah-Kawin Suku Melayu

Nikah-kawin terjadi tentu saja Slot Mahjong berawal dari sentuhan pandang memandang. Dalam hal ini besar kemungkinan bermula dari sentuhan pandangan antar lelaki (anak bujang) dengan perempuan (anak gadis). Tapi juga bisa terjadi dari pandangan ibu-bapa atau kaum kerabat yang berminat untuk mencarikan jodoh anaknya. Bila seorang anak bujang memberitahukan gadis pujaannya kepada ibu-bapanya maupun kaum kerabat memandang ada seorang anak gadis yang patut menjadi jodoh anaknya, maka pihak keluarga lelaki mulailah melakukan semacam kegiatan yang bernama merisik.

    Merisik

Salah satu keluarga atau seseorang diutus oleh pihak calon pengantin pria untuk meneliti atau mencari informasi mengenai salah satu keluarga keluarga lain yang mempunyai anak gadis. Tugas yang diamatkan adalah untuk mengetahui apakah anak gadis tersebut dapat dilamar, atau belum mempunyai ikatan dengan orang lain. Selain itu, utusan akan melakukan pembicaraan tentang kemungkinan pihak pria untuk melamar. Utusan tersebut tentunya menanyakan berapa mas kawin/mahar dan persyaratan apa saja yang diminta oleh keluarga wanita.

    Meminang

Meminang dalam istilah Melayu sama dengan melamar. Acara ini diselenggarakan pada hari yang telah disepakati bersama, setelah melalui penentuan hari baik menurut perhitungan adat serta orangtua. Pihak keluarga calon pengantin pria yang dipimpin oleh keluarga terdekat akan melaksanakan lamaran secara resmi kepada keluarga calon pengantin wanita. Biasanya acara meminang ini diungkapkan dengan berbalas pantun. Secara tradisi, pihak keluarga pria membawa sejumlah tepak sirih-paling sedikit 5 buah; terdiri dari tepak pembuka kata, tepak merisik, tepak meminang, tepak ikat janji, tepak bertukar tanda dan beberapa tepak pengiring.

    Berinai

Biasanya berlangsung pada suatu hari atau satu malam sebelum acara akad nikah. Melalui serangkaian adat, calon pengantin wanita didudukan di atas pelaminan. Rangkaian acara ber-inai diawali dengan acara tersendiri yakni khatam Al-Qur’an yang dilaksanakan oleh keluarga-keluarga terdekat. Selanjutnya, calon pengantin wanita akan melaksanakan upacara di-Tepung Tawari. Ritual Tepuk Tepung Tawar adalah suatu upacara adat budaya Melayu peninggalan para raja terdahulu. Pemberian “tepung tawar” kepada calon mempelai biasanya diiringi dengan doa dan harapan dipimpin oleh yang dituakan; dilakukan oleh orangtua, sesepuh dan tokoh-tokoh adat yang dihormati. Selanjutnya, calon pengantin wanita akan diberi daun inai yang telah ditumbuk halus pada kuku-kuku jari tangan dan kakinya. Malam ber-inai lazim dimeriahkan dengan iringan bunyi-bunyian seperti gendang dan nyanyian lagu-lagu Melayu lama, ataupun diadakan tari gambus.

    Berandam

Upacara berandam lazim dilakukan setelah malam berinai yaitu keesokan harinya. Tujuannya untuk menghapuskan/membersihkan sang calon pengantin dari “kotoran” dunia sehingga hatinya menjadi putih dan suci. Berandam pada hakikatnya adalah melakukan pencukuran bulu roma pada wajah dan tengkuk calon pengantin wanita sekaligus juga membersihkan mukanya.

    Menikah ( Akad Nikah )

Pada hari yang telah ditentukan, calon mempelai pria diantar oleh rombongan keluarga menuju ke tempat kediaman calon pengantin wanita. Biasanya calon mempelai pria berpakaian haji (memakai topi haji dan jubah). Kedatangan keluarga mempelai pria sambil membawa mahar atau mas kawin, tepak sirih adat, barang hantaran atau seserahan yang telah disepakati sebelumnya. Selain itu, juga menyertakan barang-barang pengiring lainnya seperti kue-kue dan buah-buahan. Prosesi berikutnya adalah pelaksanaan akad nikah.

    Bersanding

Upacara ini dilaksanakan setelah resmi akad nikah. Prosesi bersanding merupakan acara resmi bagi kedua pengantin akan duduk di atas pelaminan yang sudah dipersiapkan. Terlebih dahulu pengantin wanita didudukan di atas pelaminan, dan menunggu kedatangan pengantin pria. Kehadiran pengantin pria diarak dengan upacara penyambutan dan berbalas pantun. Rangkaian prosesi bersanding yakni acara penyambutan pengantin pria, Hampang Pintu, Hampang Kipas, dan Tepung Tawar. Kehadiran pengantin pria beserta rombongan pengiring dalam jumlah cukup banyak, terdiri dari :

– Barisan Pulut Kuning beserta hulubalang pemegang tombak kuning.
– Wanita (Ibu) pembawa Tepak Sirih.
– Wanita (Ibu) pembawa beras kuning (Penabur).
– Pengantin pria berpakaian lengkap
– Dua orang pendamping mempelai pria, mengenakan pakaian adat Teluk Belanga.
– Pemegang payung kuning.
– Orang tua mempelai pria.
– Saudara-saudara kandung pengantin pria.
– Kerabat atau sanak famili Kedatangan rombongan disambut pencak silat dan Tarian Penyambutan.

Di pintu gerbang kediaman mempelai wanita, dilaksanakan ritual saling tukar Tepak Sirih dari kedua pihak keluarga mempelai, sambil berbalas menaburkan beras kuning. Selanjutnya, dilakukan acara “Hempang Pintu” (berbalas pantun) oleh kedua juru bicara pengantin. Saat itu, pihak keluarga mempelai perempuan telah menghempang kain sebagai “penghalang” di depan pintu tempat upacara. selendang baru akan dibuka setelah pihak mempelai pria terlebih dulu menyerahkan Uncang (kantong pindit) kepada pihak pengantin wanita. Ritual ini disebut sebagai „Hempang Pintu‟. sesampainya di depan pelaminan, pihak mempelai pria kembali dihadang oleh pihak mempelai wanita. selanjutnu dilaksanakan berbalas pantun, yang intinya pihak pria meminta ijin bersanding dipelaminan bersama pengantin wanita. Setelah menyerahkan uncang (kanong pindit) berisi uang, maka kain penghalang dibuka, dan mempelai pria siap bersanding di pelaminan. Kedua mempelai duduk di pelaminan, selanjutnya dilaksanakan upacara Tepung Tawar.

    Tepuk Tepung Tawar

Ritual adat ini merupakan toto macau ungkapan rasa syukur dan pemberian doa harapan kepada kedua mempelai, yang dilakukan oleh para sesepuh keluarga dan tokoh adat. Dengan cara menepukan daun-daunan (antara lain daun setawar, sedingin, ganda rusa, sirih, hati-hati, sijuang, dan setetusnya) yang diikat jadi satu dan telah dicelup ke air harum serta beras kunyit sangrai, lalu ditepukan kepada kedua mempelai. Kelengkapan pnabur ini biasanya menggunakan bahan seperti beras basuh, beras putih, beras kunyit, ataupun beras kuning serta bunga rampai. Kesemua bahan ini digunakan tentunya mengandung makna mulia. Sesuai tradisi, sesepuh seusai melakukan tepuk tepung tawar akan mendapatkan bingkisan berupa “bunga telur” yakni berupa bunga yang dibuat dari kertas diikatkan pada sebatang lidi yang telah disertai telur diikat benang merah, sebagai ungkapan terimakasih dari pihak pengantin. Namun sesuai perkembangan zaman, ungkapan terimakasih atau souvenir tersebut kini diubah bentuk maupun jenisnya, disesuaikan dengan kemajuan zaman maupun kondisi kelurga mempelai.

    Makan Nasi Hadap – hadapan

Upacara ini dilakukan di depan pelaminan. Hidangan yang disajikan untuk upacara ini dibuat dalam kemasan seindah mungkin. Yang boleh menyantap hidangan ini selain kedua mempelai adalah keluarga terdekat dan orang-orang yang dihormati.

    Memberi hormat pada Mertua

Upacara ini dilakukan apabila di siang harinya kedua mempelai telah disandingkan di pelaminan, maka pada malam harinya dilanjutkan dengan acara memberi hormat pada mertua. Pengantin laki-laki dan wanita dengan diiringi oleh rombongan kerabat pengantin wanita berkunjung ke rumah orangtua pengantin laki-laki dengan membawa beraneka hidangan tertentu.

    Berdimbar ( Mandi Taman )

Seusai acara bersanding, keesokan harinya diadakan acara Mandi Berdimbar. Biasanya dilaksanakan pada sore atau malam hari. Mandi Berdimbar ini dilaksanakan di depan halaman rumah yang dipercantik dengan hiasan-hiasan dekoratif khas Melayu. Ritual “memandikan” kedua mempelai ini cukup meriah, karena juga disertai acara saling menyemburkan air. Undangan yang hadir pun bisa ikut basah, karena seusai menyirami pengantin kemudian para undangan biasanya juga akan saling menyiram. Ritual tersebut kini sudah mulai jarang dilakukan.